Berikut ini yaitu berkas buku atau Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA. Download file PDF. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di Sekolah Menengan Atas ini ialah naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemdikbud RI.
Panduan Penyelenggaraan SKS ini sangat lengkap dan memuat banyak hal, mulai dari pengertian, 7 (tujuh) prinsip penyelenggaraan SKS, pengelolaan SKS, layanan utuh pembelajaran, Peta Jalan (Road Map) penyelenggaraan SKS, pengelolaan SKS pada masa transisi, mekanisme penyelenggaraan SKS, pengelolaan pembelajaran, penilaian dan pengolahan nilai, layanan mutasi akseptor didik hingga penyelenggaraan SKS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, setiap Sekolah Menengan Atas penyelenggaraan SKS wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketentuan-ketentuan yang sudah dituangkan dalam Pedoman ini. Selanjutnya, Untuk memahami layanan utuh pembelajaran individu dimasukankan membaca Panduan Pembelajaran Tuntas. Sedangkan untuk memahami pengembangan UKBM dimasukankan membaca naskah Panduan Pengembangan UKBM. Keduanya diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Atas Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Tahun 2017.
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA
Berikut ini kutipan teks dari isi berkas naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA:
sepertiyang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan KebuKurikulum 2013 dikembangkan untuk mempersiapkan akseptor didik biar mempunyai kemampuan hidup sebagai pribadi dan masyarakat negara yang diberiman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta bisa berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Proses penerapannya dilakukan secara sedikit demi sedikit dan berkesinambungan semenjak tahun pelajaran 2013/2014 biar terjadi penguatan dan peningkatan mutu di sekolah. Pada tahun pelajaran 2018/2019 seluruh satuan pendidikan diprogramkan sudah menerapkan Kurikulum 2013.
Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam implementasi Kurikulum 2013 yaitu mempersembahkan petes dan pendampingan bagi guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013, dan menyebarkan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah dan Guru. Melaksanakan kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Atas pada tahun 2016 dan 2017 sudah menyebarkan naskah-naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 berupa pedoman, panduan, model, dan modul sebagai rujukan bagi Kepala Sekolah dan Guru dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dan penilaian.
Naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 tersebut dalam penerapannya sanggup diimprovisasi, diinovasi dan dikembangkan lebih lanjut sepanjang tidak berperihalan dengan ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu Kepala Sekolah dan Guru dituntut kritis, kreatif, inovatif, dan adaptif untuk dalam memakai naskah tersebut. Semoga naskah ini sanggup menginspirasi Kepala Sekolah dan Guru untuk mempersembahkan yang terbaik bagi peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Menengan Atas melalui Kurikulum 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun pelajaran 2013/2014 sudah memutuskan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan diseluruh Sekolah Menengan Atas pada kelas X dan XI. Pada tahun 2014 dengan mempertimbangkan masih adanya beberapa hambatan teknis, maka menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160 Tahun 2014 wacana Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dilakukan penataan kembali implementasi Kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud tersebut, Kurikulum 2013 diterapkan secara sedikit demi sedikit di satuan pendidikan mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015 hingga dengan tahun pelajaran 2018/2019.
Melaksanakan implementasi Kurikulum 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah memprogramkan kegiatan petes dan pendampingan bagi Guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013. Mendukung kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Atas sesuai dengan kiprah dan fungsinya melaksanakan fasilitasi pelatihan implementasi Kurikulum 2013 melalui pengembangan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 berupa modul petes, pedoman, panduan, dan model- model yang sudah dikembangkan pada tahun 2016 dan tahun 2017. Naskah-naskah tersebut antara lain : (1) Model-Model Pembelajaran; (2) Model Pengembangan RPP; (3) Model Peminatan dan Lintas Minat; (4) Panduan Supervisi Akademik; (5) Panduan Pengembangan Pembelajaran Aktif; (6) Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) Di SMA; (7) Panduan Pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM); (8) Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas; (9) Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS); dan (10) Panduan Sukses E-Rapor Sekolah Menengan Atas Versi 2017.
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan yaitu perjuangan sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif menyebarkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, susila mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pasal tersebut secara tegas mengedepankan kepentingan akseptor didik sebagai kepingan penting dari komponen pendidikan. Dalam kajian filosofisnya, akseptor didik dipandang sebagai insan seutuhnya yang unik, dimana mereka dipandang sebagai insan yang mempunyai hak dan kewajiban. Dalam pendidikan, hak-hak akseptor didik haruslah lebih dikedepankan daripada kepentingan lainnya. Peserta didik sebagai individu yang unik mempunyai bakat, minat, kemampuan, dan gaya berguru yang tidak sama. Setiap akseptor didik harus mendapat layanan pendidikan masal untuk akseptor didik secara individual (mass education of individual) bukan pendidikan individual bagi akseptor didik masal (individual education of the mass) biar sanggup berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Hal tersebut dipertegas dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 12 ayat (1) point b bahwa akseptor didik berhak mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional pendidikan Pasal 19 ayat (1) disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, sangat bahagia, menantang, memotivasi akseptor didik untuk berpartisipasi aktif, serta mempersembahkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis akseptor didik, dan ayat (2) menegaskan bahwa beban berguru sanggup ditetapkan dalam bentuk satuan kredit semester. Dalam kaitannya dengan ini, dalam Undang-Undang Sisdiknas Pasal 12 ayat (1) point f menyatakan bahwa akseptor didik sanggup menuntaskan acara pendidikan sesuai dengan kecepatan berguru masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang diputuskan. melaluiataubersamaini demikian, bakat, minat dan kecepatan berguru akseptor didik yang tidak sama harus difasilitasi oleh sekolah.
Dalam konteks layanan utuh pendidikan dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) antara lain yaitu konteks layanan utuh pembelajaran dengan Sistem Kredit Semester. Sistem Kredit Semester (SKS) ialah bentuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang dirancang untuk mempersembahkan layanan pendidikan yang memungkinkan akseptor didik sanggup menuntaskan keseluruhan beban berguru sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajarnya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah pada Pasal 4 sebut bahwa pembelajaran dengan SKS dikelola dalam bentuk pembelajaran yang berdiferensiasi bagi masing-masing kelompok akseptor didik yang tidak sama kecepatan belajarnya. Untuk itu, harus ada diversifikasi layanan pembelajaran dalam penyelenggaraan SKS. Layanan utuh pembelajaran mengacu kepada konsep pembelajaran tuntas (mastery learning), yaitu taktik pembelajaran yang memakai prinsip ketuntasan secara individual yang mempersyaratkan akseptor didik menguasai secara tuntas seluruh Kompetensi Inti (KI) maupun Kompetesi Dasar (KD) mata pelajaran. Pembelajaran yang demikian memdiberi peluang dan kualitas pengajaran yang tidak sama kepada akseptor didik.
Selanjutnya, pasal 2 pada Permendikbud tersebut, mengamatkan bahwa SKS diselenggarakan dengan prinsip (a) fleksibel; dalam arti penyelenggaraan SKS dengan fleksibilitas pilhan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa berguru yang memungkinkan akseptor didik memilih dan mengatur taktik berguru secara mandiri; (b) keunggulan; dalam arti penyelenggaraan SKS yang memungkinkan akseptor didik memperoleh peluang berguru dan mencapai tingkat kemampuan optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajar; (c) maju berkelanjutan yang mengandung makna penyelenggaraan SKS yang memungkinkan akseptor didik sanggup pribadi mengikuti muatan, mata pelajaran atau acara lebih lanjut tanpa terkendala oleh akseptor didik lain;dan (d) keadilan, yang mengandung makna penyelenggaraan SKS yang memungkinkan akseptor didik mendapat peluang untuk memperoleh perlakuan sesuai dengan kapasitas berguru yang dimiliki dan prestasi berguru yang dicapainya secara perseorangan. Prinsip-prinsip ini memperjelas dan mempertegas bahwa SKS bukan acara percepatan sebagaimana dimaksudkan pada acara akselerasi yang sudah dicabut ijin penyelenggaraannya. SKS lebih mengedepankan layanan utuh pembelajaran kepada akseptor didik yang mempunyai bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan berguru yang unik. Oleh sebab itu, taktik belajar, peluang mencapai tingkat kemampuan optimal, peluang mengikuti muatan, mata pelajaran atau acara lebih lanjut serta prestasi berguru yang dicapai benar-benar ditentukan oleh akseptor didik itu sendiri dan bukan ditentukan oleh pihak di luar diri akseptor didik termasuk oleh pihak sekolah. Tugas sekolah menyediakan kemudahan layanan utuh pembelajaran dalam bentuk unit-unit berguru utuh setiap mata pelajaran, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan seluruh unit berguru utuh setiap mata pelajaran tersebut tergantung dari bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan berguru akseptor didik. Adanya unit-unit berguru utuh setiap mata pelajaran dalam penyelenggaraan SKS tersebut, maka bagi pembelajar cepat, normal, maupun lambat sanggup terfasilitasi dengan baik sesuai dengan toleransi waktu yang tersedia. Unit berguru utuh tersebut sekaligus sebagai masukana diversifikasi layanan pembelajaran 3 (tiga) kelompok pembelajar.
Hingga Tahun 2016 jumlah sekolah penyelenggara SKS yang sudah terdata oleh Direktorat pelatihan Sekolah Menengan Atas Kementerian Pendidikan dan kebudayaan sebanyak lebih dari 100 sekolah baik negeri maupun swasta. Berdasarkan hasil diskusi kelompok terpumpun yang diselenggarakan beberapa kali oleh Direktorat Pembinaan SMA, mempersembahkan informasi bahwa (1) terdapat keragaman varian implementasi SKS di lebih dari 100 sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia; (b) penyelenggaraan SKS sebagai pengganti acara akselerasi yang sudah dicabut ijin penyelenggaraannya sehingga muncul layanan pola 4, 5, dan 6 semester; (c) terdapat penerapan istilah yang tidak terwadahi dalam ketentuan perundang-undangan, contohnya kontinu, diskontinu, on-off, seri mata pelajaran, semester pendek, dan lain- lain. Keragaman varian implementasi SKS tersebut ternyata menimbulkan hambatan bagi penyelenggara SKS utamanya berkaitan dengan sinkronisasi DAPODIK (Data Pokok Pendidikan), di samping hambatan yang lain. Untuk itu, perlu segera dibangun satu sistem penyelenggaraan SKS sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta susila mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Memperhatikan kesentidakboleh antara prinsip penyelenggaraan SKS sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan perundangan dengan penyelenggaraan SKS di lebih dari 100 sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, maka Direktorat Pembina Sekolah Menengan Atas memandang perlu untuk menyusun Panduan Penyelenggaraan SKS biar tetap konsisten dan koheren dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang bersifat nasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tujuan
Panduan Penyelenggaraan SKS ini bertujuan biar sanggup memmenolong satuan pendidikan dalam hal diberikut.
- Memahami pengertian, prinsip penyelenggaraan dan pengelolaan SKS secara utuh.
- Memahami wacana layanan utuh pembelajaran dengan SKS.
- Mengelola SKS pada masa transisi khususnya bagi lebih dari 100 sekolah penyelenggara SKS mulai Juli 2017 s.d TP 2019/2020.
- Menyelenggarakan SKS sesuai dengan mekanisme penyelenggaraan yang benar.
- Mengelola pembelajaran dengan SKS secara efektif dan bermakna.
- Menilai dan mengolah nilai hasil belajar.
- Melayani mutasi akseptor didik.
- Menyelenggaraan SKS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup Panduan Penyelenggaraan SKS di Sekolah Menengan Atas sebagai diberikut.
- Pengertian, prinsip penyelenggaraan dan pengelolaan SKS mencakup pengertian SKS, prinsip penyelenggaraan SKS, layanan utuh pembelajaran dengan SKS, pengelolaan SKS, peta jalan penyelenggaraan SKS, dan pengelolaan SKS pada masa transisi.
- Mekanisme penyelenggaraan SKS mencakup mekanisme penyelenggaraan secara umum, pengelolaan pembelajaran, penilaian dan pengolahan nilai hasil belajar, mutasi akseptor didik, dan ketentuan penyelenggaraan SKS.
Landasan
- Undang-Undang Dasar Negera Republik IndonesiaTahun 1945.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 wacana Perubahan Pertama atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 wacana Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 wacana Standar Pengelolaan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59/2014 wacana Kurikulum pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 61/2014 wacana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62/2014 wacana Ekstrakurikuler.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63/2014 wacana Pendidikan Kepramukaan.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64/2014 wacana Peminatan.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111/2014 wacana BK.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158/2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53/2015 wacana Penilaian Hasil Belajar.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahuan 2016 wacana Standar Kompetensi Lulusan.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor sd 21 Tahun 2016 wacana Standar Isi.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 wacana Standar Proses.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23perihal Standar Penilaian.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 wacana Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 wacana Komite Sekolah.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 wacana Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar Oleh Satuan Pendidikan.
Pengertian Sistem Kredit Semester (SKS)
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 1 sebut bahwa Sistem Kredit Semester selanjutnya disebut SKS yaitu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang akseptor didiknya menyepakati jumlah beban berguru yang diikuti dan/atau taktik berguru setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan/kecepatan belajarnya. SKS diselenggarakan melalui pengorganisasian pembelajaran bervariasi dan pengelolaan waktu berguru yang fleksibel. Pengorganisasian pembelajaran bervariasi dilakukan melalui penyediaan unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran yang sanggup diikuti oleh akseptor didik. Pengelolaan waktu berguru yang fleksibel dilakukan melalui pengambilan beban berguru untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh akseptor didik sesuai dengan kecepatan berguru masing-masing. Unit pembelajaran utuh disebut juga dengan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM). Unit Kegiatan Belajar ialah satuan pelajaran yang kecil yang disusun secara berurutan dari yang simpel hingga ke yang sukar. Satuan pelajaran tersebut ialah pelabelan penguasaan berguru akseptor didik terhadap pengetahuan dan keterampilan yang disusun menjadi unit-unit kegiatan berguru yang melibatkan satuan waktu belajar, contohnya 2x45 menit (90 menit). UKBM tersebut memuat Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) serta taktik pembelajaran individual untuk mencapai ketuntasan beban berguru yang sudah ditentukan. Dalam UKBM di samping sebagai pelabelan penguasaan akseptor didik terhadap pengetahuan dan keterampilan diharapkan juga mempersembahkan dampak pengiring terbangunnya aksara yang dibutuhkan dalam kehidupan kala 21 menyerupai berpikir kritis, bertindak kreatif, bekerjasama, berkomunikasi, dan lain-lain.
Prinsip Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS)
Penyelenggaraan SKS di beberapa sekolah selama ini belum tiruananya selaras dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam rangka penguatan/pemantapan acara implementasi penyelenggaraan SKS sesuai dengan NSPK tersebut, setiap Sekolah Menengan Atas penyelenggaraan SKS wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh prinsip-prinsip sebagai diberikut.
- Setiap Peserta didik harus diperlakukan dan dilayani sebagai individu yang unik sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan gaya berguru serta kebutuhan ekosistem pendidikan yang mendukung. Implementasi SKS dimaksudkan untuk melayani tiruana kelompok akseptor didik yang termasuk pembelajar cepat, pembelajar normal, dan pembelajar lambat, jadi, bukan spesialuntuk untuk akseptor didik pembelajar cepat (vide Pasal 1, 2, dan 3).
- Proses berguru dan pembelajaran harus dirancang dan dikembangkan sebagai proses interaktif yang mengorganisasikan pengalaman berguru untuk membangun sikap, pengetahuan, dan keterampilan, serta aksara melalui tranformasi pengalaman berguru melalui pembelajaran tatap muka, terstruktur, dan berdikari yang bersifat sistematik dan sistemik. (videPasal 3, 4, dan Pasal 6).
- Setiap akseptor didik harus difasilitasi demikian rupa biar bisa mencapai ketuntasan berguru dalam setiap mata pelajaran secara optimal sesuai kecepatan belajarnya. Bagi akseptor didik termasuk kelompok pembelajar lambat harus dimenolong dengan acara remediasi yang memadai untuk mengejar penuntasan kompetensi paling tidak sama dengan akseptor didik yang normal, dan bagi akseptor didik yang termasuk pembelajar cepat harus difasilitasi untuk mempelajari paket berguru diberikutnya sehingga sanggup menuntaskan setiap mata pelajaran, dan pada kesudahannya seluruh mata pelajaran dalam waktu yang lebih cepat dari waktu yang tersedia secara formal (Baca juga Naskah Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan SMA, Tahun 2017). (videPasal 6,7, 8,9, dan 10).
- Penilaian hasil berguru akseptor didik harus memakai penilaian teladan patokan berbasis kompetensi atau kiprah otomatis. Artinya penguasaan/capaian berguru setiap akseptor didik diukur dari penguasaan kompetensi yang dicapai secara individual. Penguasaan kompetensi akseptor didik diukur dari kriteria ketuntasan setiap KD masing-masing mata pelajaran pada semester berjalan. Kelulusan setiap akseptor didik ditentukan oleh penyelesaian seluruh mata pelajaran secara tuntas dan diakhiri dengan ujian sekolah atau ujian yang bersifat nasional sebagai penilaian sumatif yang sanggup diadakan pada setiap semester.(vide Pasal 2,3, dan 13).
- Bahan berguru dan pembelajaran harus memakai paket berguru utama yang diputuskan oleh pihak berwenang atau oleh satuan pendidikan dan tersedia secara publik di pamasukan, yang sanggup berbentuk Buku Teks Pelajaran (BTP) dan/atau modul, yang berbentuk kemasan unit-unit pembelajaran utuh individual yang sanggup dipelajari secara berdikari disertai sumber berguru lain yang tercetak dan/atau digital. Buku teks pelajaran memakai buku yang sudah diputuskan secara resmi oleh Kemendikbud atau dikembangkan materi berguru gres yang bersifat moduler yang sepenuhnya atau sebagian bersifat membelajarkan sendiri. Disamping itu harus dikembangkan Unit Kegiatan Belajar (UKBM) berbasis KD yang dipakai untuk memfasilitasi akseptor didik secara bertahap-berlanjut mempelajari dan menguasai unit-unit pembelajaran dalam suatu mata pelajaran. melaluiataubersamaini demikian setiap akseptor didik sanggup berguru untuk menguasai kompetensi sesuai dengan gaya dan kecepatan belajarnya. (videPasal 3,6,7,8, dan 9).
- Program pendidikan harus sepenuhnya memakai Struktur Kurikulum 2013 beserta tiruana perangkat pendukungnya yang relevan; dan pengambilan mata pelajaran oleh akseptor didik dilakukan secara fleksibel secara individual atau kelompok kecil. Seluruh mata pelajaran yang diwajibkan harus ditempuh oleh setiap akseptor didik. Karena itu setiap akseptor didik mempunyai kuota berguru di Sekolah Menengan Atas sama selama 6 (enam) semester, dilarang ada pemampatan ke dalam acara kurang dari enam semester. Dalam implementasi SKS proses pendidikan diprogramkan biar setiap akseptor didik sanggup berguru lebih efisien sehingga usang belajarnya bisa kurang dari 6 (enam) semester dengan cara menuntaskan penguasaan setiap/seluruh mata pelajaran lebih cepat. Bagi akseptor didik yang tidak bisa menuntaskan seluruh mata pelajaran sesuai waktu berguru yang tersedia (8 semester) harus tetap difasilitasi hingga dengan yang bersangkutan menuntaskan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratan dalam Kurikulum.(videPasal 1, 2, 3, 4, 6,7,8, 9, 12, 13, dan 14).
- Guru dan/atau sekolah harus berperan sebagai: fasilitator belajar, pengorganisasi belajar, penopang kajian, pembangun karakter, dan sumber belajar. Pada dasarnya setiap guru, sesuai dengan kewenangannya, harus menyelenggarakan pembelajaran klasikal, pembelajaran kelompok kecil, dan pembelajaran individual sesuai dengan kebutuhan berguru akseptor didik yang bervariasi. Jadwal tiruana pembelajaran diatur sepenuhnya oleh masing-masing satuan pendidikan dengan pimpinan Kepala Sekolah dan seluruh perangkatnya. Demikian juga untuk pengelolaan masukana dan pramasukananya sepenuhnya menjadi kewenangan masing- masing satuan pendidikan dalam kerangka peningkatan mutu berbasis sekolah. (vide Pasal 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17).
Layanan Utuh Pembelajaran dengan SKS
1. Pengaturan Beban Belajar
Pengaturan beban berguru sepenuhnya mengikuti ketentuan Struktur Kurikulum 2013. Dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 wacana Kurikulum 2013 pada Sekolah Menengah Atas/Madrasah pada Pasal 7 ayat (3) s.d (9), disebutkan bahwa (1) beban berguru ialah keseluruhan muatan dan pengalaman berguru yang harus diikuti akseptor didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pelajaran; (2) beban berguru tersebut terdiri atas: kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri; (3) beban berguru kegiatan tatap muka ditetapkan dalam jumlah jam pelajaran per minggu, dengan durasi setiap satu jam pelajaran yaitu 45 (empat puluh lima) menit; (4) beban berguru kegiatan terstruktur dan beban berguru kegiatan berdikari paling banyak 60% (enam puluh persen) dari waktu kegiatan tatap muka yang bersangkutan; (5) beban berguru satu ahad untuk: Kelas X yaitu 42 (empat puluh dua) jam pelajaran, Kelas XI yaitu 44 (empat puluh empat) jam pelajaran, dan Kelas XII yaitu 44 (empat puluh empat) jam pelajaran; (6) beban berguru satu semester di Kelas X dan Kelas XI masing-masing paling sedikit 18 (delapan belas) ahad efektif; (7) Beban berguru di kelas XII semester ganjil paling sedikit 18 (delapan belas) ahad efektif dan semester genap paling sedikit 14 (empat belas) ahad efektif.
Selanjutnya masih relevan dengan beban belajar, pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 3 ayat (3) ditetapkan bahwa pengambilan beban berguru untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh akseptor didik sesuai dengan kecepatan berguru masing-masing. melaluiataubersamaini demikian, pengaturan beban berguru dalam penyelenggaraan SKS yaitu pengaturan beban berguru setiap unit pembelajaran utuh atau dalam hal ini disebut UKBM dalam rangka mencapai ketuntasan berguru atau penguasaan substansi pada UKBM, dan ketuntasan berguru dalam konteks kurun waktu berguru sebagaimana diputuskan pada Struktur Kurikulum 2013. Berikut yaitu pengaturan beban berguru setiap UKBM.
a. Beban Belajar setiap UKBM diatur secara proporsional dengan jumlah pasangan KD total untuk setiap mata pelajaran SMA.
b. Beban Belajar setiap UKBM diubahsuaikan dengan kiprah berguru (learning task) dan pengalaman berguru (learning experiences) yang dituntut untuk masing-masing pasangan KD.
Mengacu kepada 2 (dua) pengaturan beban berguru setiap UKBM di atas, maka penghitungan beban berguru setiap UKBM yang ditetapkan dalam jam pelajaran (JP).
a. RPP mata pelajaran tertentu memuat 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu contohnya 4 JP (2 pertemuan) dengan 1 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 4x45 menit (180 menit) minimal 72 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 108 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan berdikari setiap ahad dalam satu semester.
b. RPP mata pelajaran tertentu memuat 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu contohnya ada 4 JP (2 pertemuan) dengan 2 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 4x45 menit (180 menit) minimal 72 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 108 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan berdikari setiap ahad dalam satu semester.
c. RPP mata pelajaran tertentu memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu contohnya 6 JP (3 pertemuan) dengan 1 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 6x45 menit (270 menit) minimal 108 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 162 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan berdikari setiap ahad dalam satu semester.
d. RPP mata pelajaran tertentu memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD, alokasi waktu 6 JP (3 pertemuan) dengan 3 UKBM. Dari satuan waktu yang tersedia, yaitu 6x45 menit (270 menit) minimal 108 menit untuk kegiatan tatap muka dan paling banyak 162 menit untuk kegiatan terstruktur dan kegiatan berdikari setiap ahad dalam satu semester.
Berdasarkan 4 (empat) contoh penghitungan beban berguru UKBM di atas, maka penghingan beban berguru pada setiap UKBM didasarkan pada alokasi waktu dari pasangan KD dalam RPP setiap ahad dalam satu semester. Apabila dalam RPP memuat lebih dari 1 (satu) pasangan KD atau memuat 1 (satu) pasang KD namun kiprah berguru dan pengalaman berguru yang dituntut dalam pasangan KD tersebut banyak, maka 2 (dua) macam RPP tersebut alokasi waktunya banyak. Untuk itu, beban berguru UKBM dari RPP tersebut banyak. melaluiataubersamaini demikian, beban berguru pada setiap UKBM diubahsuaikan dengan kiprah berguru dan pengalaman berguru yang dituntut pada pasangan KD dengan tetap memperhatikan satuan waktu untuk kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri. Pengaturan alokasi waktu pada setiap UKBM secara proporsional harus dilakukan pada ketika melaksanakan pemetaan KD pada waktu menyusun Promes. Pengelolaan layanan utuh pembelajaran dengan SKS sanggup diilustrasikan pada Lampiran 3.
Pengelolaan Sistem Kredit Semester (SKS)
Pengelolaan SKS memerlukan santunan dari banyak sekali pihak, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan SKS beserta kiprahnya disampaikan diberikut.
1) Pemerintah
Mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 15 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemda wajib memfasilitasi penyelenggaraan SKS di satuan pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing, maka kiprah pemerintah sebagai diberikut.
a. Pemerintah Pusat melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai kiprah sebagai diberikut.
- Menindaklanjuti regulasi wacana SKS melalui penyusunan dan penyebarluasan naskah-naskah pendukung penyelenggaraan SKS, contohnya Pedoman Penyelenggaraan SKS, Panduan Pembelajaran Tuntas, Panduan Pembimbing Akademik, Panduan Pengembangan UKBM, dan lain-lain.
- Memfasilitasi terjalinnya kerjasama untuk memperkuat dan tindaklanjut penyelenggaraan SKS, contohnya dengan: Perguruan Tinggi, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, DAPODIK, dan lain-lain.
- Menyelenggarankan diksusi kelompok terpumpun untuk menggali praktik- praktik baik dari sekolah-sekolah penyelenggara SKS untuk dijadikan ide perbaikan penyelenggaraan SKS secara bersiklus dan berkelanjutan.
- Berkoordinasi dengan LPMP dan berhubungan dengan Dinas Pendidikan Provinsi dalam rangka pelatihan dan penguatan penyelenggaraan SKS.
- Memdiberikan pertolongan Pemerintah (Bantah) pendampingan penyelenggaraan SKS.
- Menyusun aplikasi pemantauan perkembangan pelaksanaan Bantah pendampingan penyelenggaraan SKS.
- Melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) implementasi SKS.
- Menyusun instrumen Sistem Penjaminan Mutu (SPM) penyelenggaraan SKS.
- Bersama LPMP dan Dinas Pendidikan Provinsi melaksanakan pemantauan, monitoring dan penilaian penyelenggaraan SKS.
- Menyetujui surat ijin penyelenggaraan SKS dari Dinas Pendidikan Provinsi dan mengeluarkan surat ijin penyelenggaraan SKS yang disahkan oleh Direktur Pembinaan Sekolah Menengan Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
b. LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan)
Mengacu kepada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2015 wacana Organisasi Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), di mana LPMP sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di bawah tanggung tanggapan kepada Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, maka kiprah LPMP dalam penyelenggraan SKS di Sekolah Menengan Atas sebagai diberikut.
- Berkoordinasi dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengan Atas dan berhubungan dengan Dinas Pendidikan Provinsi melaksanakan penjaminan mutu penyelenggaraan SKS.
- Melakukan pemetaan mutu penyelenggaraan SKS.
- Mengembangkan dan mengelola sistem informasi mutu penyelenggaraan.
- Melaksanakan supervisi pencapaian standar mutu penyelenggaraan SKS.
- Fasilitasi peningkatan mutu penyelenggaraan SKS di SMA.
- Melaksanakan kerjasama di bidang penjaminan mutu penyelenggaraan SKS.
c. Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi mempunyai kiprah sebagai diberikut.
- Memdiberikan pelatihan penyusunan kurikulum penyelenggaraan SKS (KTSP) sekaligus mengesahkannya.
- Memdiberikan pelatihan perencanaan penyusunan anggaran penyelenggaraan SKS (RKAS/M) sekaligus mengesahkannya.
- Memdiberikan pelatihan terhadap Sistem Penjaminan Mutu penyelenggaraan SKS.
- Memdiberikan pelatihan kepada satuan pendidikan dalam penyusunan unit-unit pembelajaran utuh atau UKBM.
- Pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggraan SKS.
- Melakukan verifikasi dokumen-dokumen kesiapan sebelum mempersembahkan rekomendasi kepada satuan pendidikan untuk mendapat surat ijin penyelenggaraan SKS dari Direktorat Pembinaan SMA.
- Mengatur secara kolektif pengurusan ijin penyelenggaraan SKS ke Direktorat Pembinaan SMA.
2) Pengawas
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 57 yang menyatakan bahwa supervisi yang mencakup supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepalasatuan pendidikan, maka kiprah pengawas dalam penyelenggaraan SKS sebagai diberikut.
a. Membina pengembangan kualitas sekolah, Kepala Sekolah, guru, dan seluruh staf sekolah dalam penyelenggaraan SKS.
b. Mendampingi guru dalam menyusun UKBM dan perangkat pembelajaran lain pendukung layanan utuh pembelajaran SKS.
c. Memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan dalam penyelenggaran SKS.
d. Mensupervisi pengelolaan sekolah dalam penyelenggaraan SKS.
e. Memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan acara sekolah beserta pengembangannya dalam penyelenggaraan SKS.
f. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil acara pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah dalam penyelenggaran SKS.
g. Melakukan penilaian kinerja Kepala Sekolah dan penilaian kinerja guru dalam menyelenggarakan SKS.
3) Komite Sekolah
Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 56 ayat (3) bahwa Komite Sekolah yaitu forum berdikari dibuat dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Nomor 75 Tahun 2016 wacana Komite Sekolah, maka kiprah komite sekolah dalam penyelenggaran SKS sebagai diberikut.
a. Memdiberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksaaan kebijakan penyelenggaraan SKS.
b. Memdiberi santunan baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan SKS.
c. Mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan SKS. d. Mediator antara pemerintah dan masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan SKS
4) Kepala Sekolah
Mengacu kepada Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 wacana Standar Kepala Sekolah/Madrasah, makaperan Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan SKS sebagai diberikut.
a. Membentuk dan menyusun Surat Keputusan (SK) Tim Pengembang Sekolah (TPS).
b. Menyusun banyak sekali tingkat perencanaan penyelenggaraan SKS, mencakup planning strategis empat tahun (RKJM), planning operasional satu tahun (RKT), RKAS/M, KTSP, Peraturan Akademik (PA), penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), kalender akademik, dan dokumen perencanaan lain pendukung terselenggaranya SKS sesuai dengan prinsip penyelenggaraan SKS.
c. Menentukan dan menyusun SK penugasan guru sebagai PA.
d. Menyusun uraian kiprah pokok dan fungsi masing-masing kepingan penyelenggara SKS.
e. Mengembangkan organisasi sekolah pendukung penyelenggaraan SKS.
f. Menyiapkan guru dan staf dalam merealisasi seluruh perencanaan acara pendukung penyelenggaraan SKS.
g. Menyusun Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan SKS.
h. Mengelola masukana dan pramasukana pendukung penyelenggaraan SKS.
i. Mengatur tata laksana sistem manajemen penyelenggaraan SKS.
j. Mengelola tiruana sumber daya yang ada di sekolah dalam rangka mendukung penyelenggaraan SKS.
k. Memmenolong menyebarkan profesional guru dalam menyusun dan melaksanakan layanan utuh unit-unit pembelajaran atau UKBM-UKBM.
l. Membangun aksara masyarakat sekolah untuk mensukseskan penyelenggaraan SKS.
m. Mengembangkan kemampuan tenaga kependidikan dalam melaksanakan kiprah adiministrasi penyelenggaraan SKS.
n. Memdiberikan dorongan kepada masyarakat sekolah biar seluruh komponen pendidikan sanggup berkembangsecara optimal dalam penyelenggaraan SKS.
o. Mengembangkan kepekaan untuk melihat adanya peluang dan memanfaatkan peluang untuk kepentingan penyelenggara SKS.
5) Guru
Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen, maka kiprah guru yaitu menyebarkan kompetensinya untuk mendukung penyelenggaraan SKS menyerupai diberikut.
a. Mengembangkan wawasan atau landasan kependidikan untuk mendukung kiprah profesionalnya dalam melaksanakan pembelajaran dengan SKS untuk menyebarkan aksara dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
b. Memahami terhadap akseptor didik dalam mempersembahkan layanan pembelajaran individu.
c. Menyusun Pedoman Guru.
d. Mengembangkan silabus.
e. Merancangan pembelajaran (RPP) yang aman untuk menyebarkan aksara dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS)
f. Mengembangkan kurikulum mata pelajaran dalam bentuk unit-unit utuh pembelajaran atau UKBM.
g. Melaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis yang bermuara pada berkembangnya aksara dan kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS) akseptor didik
h. Memanfaatan teknologi pembelajaran sesuai dengan konsep dan prinsip Techno Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
i. Mengembangkan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dilengkapi dengan kisi-kisi dan telaah soal.
j. Melaksanakan penilaian proses dan hasil berguru dalam bentuk penilaian formatif dan sumatif.
k. Mengembangkan akseptor didik untuk mengaktualisasikan banyak sekali potensi yang dimilikinya sebagai pembelajar cepat, normal, dan lambat.
6) BK
Mengacu kepada Permendikbud Nomor 111 tahun 2014 wacana Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah, maka kiprah BK sebagai diberikut.
a. Memdiberikan layanan bimbingan dan konseling bagi akseptor didik di satuan pendidikan penyelenggara SKS, dalam hal: pemahaman diri dan lingkungan, fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan, penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan, penyaluran pemilihan pendidikan, pekerjaan dan karir, pencegahan timbulnya masalah, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang aman untuk perkembangan diri akseptor didik, pengembangan potensi optimal, advokasi diri terhadap perlakukan deskriminatif, dan membangun pembiasaan pendidikan dan tenaga kependidikan terhadap acara dan acara pendidikan sesuai dengan riwayat pendidikan, bakat, minat, kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan akseptor didik.
b. Memmenolong akseptor didik mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan karir.
c. Bekerjasama dengan banyak sekali pemangku kepentingan di dalam dan di luar satuan pendidikan untuk melaksanakan layanan.
7) Pembimbing Akademik (PA)
Satuan pendidikan penyelenggara SKS di samping mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling juga wajib menyedia PA sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158 Tahun 2014 wacana Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 6 ayat (1), di mana kiprah PA dilaksanakan oleh Wali Kelas, dengan kiprah sebagai diberikut.
a. Membimbing sejumlah akseptor didik dalam satu rombongan belajar.
b. Membimbing perkembangan prestasi akademik akseptor didik hingga final masa studi.
c. Membimbing akseptor didik pada ketika pengisian Kartu Rencana Studi (KRS), pemilihan peminatan, dan pertolongan rapor, dan/atau melaksanakan konsultasi akademik.
d. Membimbing dan mengarahkan pelaksanaan pendalaman minat apabila satuan pendidikan sudah menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
e. Membuat laporan hasil penilaian setiap semester.
f. Memdiberikan pertimbangan dan memutuskan akseptor didik yang sanggup mengambil UKBM setiap semester.
g. Menetapkan mata pelajaran yang harus diikuti dalam acara remediasi atau pengayaan.
h. Memantau dan melaksanakan analisis terhadap data bakat, minat, dan prestasi yang diperoleh dari BK, serta mempersembahkan rekomendasi konstruktif selama mengikuti pendidikan di satuan pendidikan biar akseptor didik berkembang potensi akademiknya secara terbaik.
i. Melakukan pendampingan secara intensif sehingga akseptor didik sanggup menuntaskan masa studinya sesuai atau lebih cepat dari kuota berguru di Sekolah Menengan Atas yaitu 6 (enam) semester.
j. Mengelola hasil penilaian susila mulia dan kepribadian menurut hasil penilaian dari guru mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewargguagaraan dan masukan dari guru mata pelajaran lainnya.
k. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orangtua, BK, dan guru mata pelajaran lainnya untuk mendukung pengembangan potensi akseptor didik.
l. Memdiberikan layanan konsultasi akademik sesuai kebutuhan dalam tiap semester.
m. Saling berkoordinasi dengan PA pengganti apabila ada penggantian PA (PA sanggup berganti sesuai dengan pertimbangan dan kebijakan satuan pendidikan masing-masing).
8) Tenaga Kependidikan
Mengacu kepada Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 wacana Standar Pengelolaan, maka kiprah tenaga kependidikan sebagai diberikut.
a. Merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil rancangan manajemen penyelenggraan SKS (dimasukankan berbasis digital) kepada Kepala Sekolah.
b. Melaksanakan pengadministrasian bidang kurikulum, kesiswaan, masukana dan pramasukana serta kehumasan, penerapan dan laporan keuangan serta ketatausahaan lainnya.
c. Melaksanakan operasional e-rapot SKS.
d. Mengelola dan mengisi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan Pangkalan Data Sekolah dan Siswa(PDSS).
e. Melaporkan pelaksanaan teknis dari kiprah masing-masing sekurang-kurangnya setiap final semester yang ditujukan kepada Kepala Sekolah
Download Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA
Selengkapnya terkena susunan dan isi berkas Naskah Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA
Download File:
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) di SMA.pdf
Sumber: http://psma.kemdikbud.go.id
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (Sks) Di Sma
Reviewed by informasi populer
on
Juli 27, 2017
Rating: